Pernah mendengar istilah emotional branding? Atau minimal tahu betapa pentingnya ia dalam membangun loyalitas pelanggan?
Emotional branding dapat memperkuat persepsi konsumen terhadap brand
Iklan terasa relate dengan kehidupan sehari-hari. Perasaan bangga saat menggunakan produknya. Pengumuman akan rilisnya produk baru membuat hati menggebu-gebu. Semua itu membuat brand jadi mudah dikenali dan diingat.
Sekarang sudah terbayang, ya?
Tapi, sebelum membahas strategi emotional branding yang cocok untuk brand Anda, ada baiknya kita memperkuat dulu fondasi pemahaman kita atas hal itu. Berangkat dari memahami maknanya dulu, lalu ditutup dengan mengintip beberapa contoh sukses strateginya.
Apa itu emotional branding?
Sederhananya, emotional branding adalah sebuah proses atau kegiatan brand dalam membentuk hubungannya dengan konsumen dengan memanfaatkan sisi emosional mereka.
Emosi, kepuasan ego, motivasi, hasrat kekuasaan, dan apa-apa lainnya yang bersifat di alam bawah sadar. Emotional branding menyasar hal-hal tersebut.
Namun, perlu diketahui bahwa motivasi emosional manusia terdiri atas beberapa tingkatan. Dan kita perlu menetapkan target branding sesuai level yang ada agar bisa berjalan secara efektif.
Kita sebut ini sebagai teori hierarki kebutuhan Maslow.

Disadur dari laman CleverTap, emotional branding 50 persen jauh lebih efektif ketimbang iklan yang tidak menargetkan reaksi emosional konsumen.
Yang menjadi pertanyaan,
Apakah emotional branding itu sama dengan emotional advertising?
Jelas berbeda.
Akan tetapi, emotional advertising sifatnya memperkuat strategi emotional branding Anda. Karena emotional advertising adalah praktik atau bentuk dari emotional branding.
Ibarat sebuah banguna rumah. Emotional branding adalah rumahnya, sementara emotional advertising adalah pilar-pilarnya. Yang jika pilar-pilar itu dihancurkan, maka rumah tidak akan bisa menjalankan perannya untuk memenuhi hasrat manusiawi penghuninya (konsumen).
Adakah contoh emotional advertising?
Kita ambil Airbnb sebagai contoh. Pada 2018 lalu, Amerika Serikat (AS) sempat mengeluarkan larangan travel bagi warga negaranya. Di mana hal itu tentu saja memicu reaksi dan tanggapan emosional warga negaranya.
Karena itu, Airbnb membuat campaign dengan copy “Let’s Keep Traveling Forward”. Dan langkah ini memperkuat positioning mereka sebagai brand yang berani dan solutif.
Strategi emotional branding

Ethos atau lebih dikenal kredibilitas, bisa digunakan brand Anda untuk membuat konsumen memercayai brand Anda sebagai ahli di bidangnya.
Bentuknya bisa seperti mengutip pendapat pakar di bidangnya, testimoni pelanggan, studi kasus, dan sebagainya.
Menarik etos membangun kepercayaan dan kredibilitas dalam industri Anda dan menetapkan merek Anda sebagai otoritas dalam ruang.
Pathos atau daya tarik empati, bisa membuat konsumen langsung mengambil tindakan sekarang juga karena keinginan emosi yang harus segera dipenuhi.
Bentuknya biasa kita jumpai pada campaign-campaign organisasi nirlaba seperti kitabisa.com, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Dompet Dhuafa, dan sebagainya.
Logos atau sering disebut daya tarik logika, mempersuasi konsumen untuk mengambil tindakan dengan cara menyadurkan fakta, statistik, atau fitur dari produk kepada mereka.
Dengan begitu, Anda bisa membuat konsumen tahu apa yang mereka bisa lakukan dengan menggunakan produk Anda. Jadi branding tidak terkesan hanya memotivasi konsumen untuk membeli, tapi juga memberikan alasan logis kenapa mereka harus melakukan pembelian.
Tinggal nanti Anda sesuaikan ethos, pathos, dan logos dengan persona konsumen Anda. Seperti apa karakter mereka. Hal apa yang bisa membuat antusiasme mereka bangkit. Dan apa saja keinginan terdalam mereka.
Dengan begitu, Anda bisa mengolah prinsip Aristoteles yang Anda pilih menjadi sebuah campaign, entah itu memberi inspirasi kepada konsumen, menampung aspirasi mereka, mengangkat suatu isu sosial yang sesuai konteks, ataupun bentuk campaign lainnya.
Sebagai gambaran, Anda bisa melihat contoh brand yang sukses menerapkan emotional branding…

Ada Gatorade, misalnya, yang berhasil menerapkan prinsip pathos. Brand ini tahu betul bahwa saat melihat atlet profesional dengan segudang pencapaian, orang-orang akan merasa itu sebagai privilege dan bakat yang tidak mungkin mereka miliki.
Dan untuk mendobrak kepercayaan lama ini, Gatorade membuat campaign tentang kisah inspiratif pesepak bola perempuan AS bernama Abby Wombach.
Alih-alih “memamerkan pencapaiannya”, Gatorade highlight kata-kata Abby bahwa ia meminta audiens untuk melupakannya karena yang ia inginkan hanyalah meninggalkan legacy sehingga generasi berikutnya bisa lebih hebat daripada dirinya.
Dan benar saja, campaign tersebut berhasil menginspirasi para pemain yang baru mulai meniti kariernya.
Bagaimana? Apakah Anda tertarik menggunakan teknik emotional branding?
Di lapangannya, memang teknik emotional branding cukup tricky. Ada kalanya taktik kita berhasil membuat konsumen membeli produk bahkan menjadi pelanggan loyal kita. Namun tidak jarang juga campaign diabaikan bahkan mungkin dianggap aneh oleh audiens kita.
Kuncinya adalah memahami fondasi dari emotional branding. Mulai dari mendalami teori hierarki kebutuhan Maslow, mengenal perbedaan antara emotional branding dan emotional advertising, hingga mengetahui cara menerapkan prinsip Aristoteles sesuai dengan target brand Anda.
Ingin membuat pengalaman branding Anda lebih mudah? Serahkan saja kepada Increasink! Kami sudah berpengalaman selama 10 tahun dengan bisnis perorangan dan perusahaan.
Kami membuka layanan branding awareness seperti brand creation sampai brand management untuk membantu brand Anda berkembang. Tersedia FREE 1 sesi konsultasi bagi Anda yang baru pertama kali menggunakan jasa kami.
Klik link ini untuk segera berkonsultasi.
Sumber: CleverTap | Digital Marketing Institute