Jagat dunia maya baru saja digegerkan dengan kegiatan promosi Holywings. Pasalnya, kelab malam dan resto itu mengupload gambar promosi minuman beralkoholnya dengan menyematkan nama ‘Muhammad’ dan ‘Maria’ di sisi depan produk.

Meski pihak manajemen Holywings sudah meminta maaf kepada publik, tambah lagi mengganti materi promosi menjadi Mario dan Maria, perbuatan itu tetap dianggap telah menyinggung perasaan umat Islam di Indonesia. Bahkan, dirasa belum cukup karena menurut beberapa orang itu terkesan formalitas.
Fakta menariknya adalah…
Konten promosi berbau agama sendiri sebenarnya bukanlah barang baru. Di India, misalnya, pada 2021 kemarin, warganya sempat dibuat geger dengan aksi promosi dari seorang seleb hairstylist bernama Jawed Habib.
Jawed diketahui telah mempromosikan salonnya dengan menampilkan gambar Dewa dan Dewi Hindu, seperti Lakshmi, Saraswati, Durga, Ganesh, dan Kartik. Sontak, aksi ini pun mengundang rasa kesal dari sejumlah penganut agama Hindu di India.

Sedikit tarik mundur ke belakang, pada 2018, sebuah perusahaan layanan seluler dan data bernama Zain, juga dikabarkan pernah melakukan aksi serupa. Mereka merilis sebuah video promosi, di mana seorang anak laki-laki yang berdiri bersama para pemimpin dunia, mengucapkan ‘Ramadhan Kareem’ dan menyanyikan sebuah lagu.
Namun, seiring berjalannya video, entah mengapa lagu tersebut mengundang rasa kesal para pemimpin di dunia yang ada di dalam video. Hal ini karena nyanyian si anak semakin lama semakin menyinggung soal penistaan agama dan situasi terkini para pengungsi Muslim.
Bagaimana respons orang-orang? Well, terakhir video tersebut sudah ditonton lebih dari 12 juta kali di YouTube. Banyak orang mengkritik Zain karena dirasa meremehkan umat Islam dan terlalu oportunis. Meski tidak dapat dimungkiri beberapa orang lain mengapresiasi tindakan ini karena dianggap berani mengangkat isu kemanusiaan.
Apa artinya?
Dari tiga kasus tadi, dapat disimpulkan bahwa konten berbau agama mempunyai peluang besar untuk mengundang reaksi keras jagat dunia maya. Berdasarkan hasil sebuah studi, sebagaimana dikutip dari The Print, hal ini terjadi karena iklan berbau agama dianggap sangat ofensif.
Co-Founder Infectious Advertising Nisha Singhania mengatakan, orang-orang tidak suka jika agama dijadikan konten promosi. Bahkan, melansir dari laman The Print lagi, ini sampai di tahap di mana orang-orang percaya kalau ada konspirasi di balik aksi tersebut. Bahwa brand melakukannya untuk kepentingan profit dan branding semata, karena tahu isu agama membuat brand jadi ramai dibicarakan orang-orang (Qureshi, 2021).

Lalu, harus bagaimana?
Mau diakui atau tidak, sekarang ini kita dituntut untuk bisa membuat iklan yang kreatif, berani, dan bahkan provokatif. Karena dengan begitu, orang-orang akan terus membicarakan materi promosi, dan brand pun menjadi pusat perhatian.
Terkadang, kita menganggap hal-hal yang berbau ‘ekstrem’, ‘negatif; dan ‘menyinggung perasaan’ lebih menjual ketimbang biasanya. Sehingga kita pun akhirnya terdorong untuk membuat konten-konten seputar itu.
Di sinilah masalahnya: konten promosi berbau agama memang jadi viral dan dibicarakan banyak orang. Mungkin juga beberapa di antara kita menganggap ini sebagai standar kesuksesan promosi atau marketing.
Namun sayangnya, reaksi keras tersebut bukan berangkat dari antusiasme terhadap brand, melainkan kekecewaan karena telah ‘berbuat di luar batas’.
Dengan kata lain, ya, kita tidak dapat menjadikan itu sebagai parameter sukses atau tidaknya kegiatan promosi.
Pertanyaannya, bukankah itu berarti kita harus mencoba mencari ide konten di mana dapat menggelitik antusiasme audiens, tapi tetap menyiarkan pesan-pesan positif?
Mau bagaimanapun, brand itu bukan sekadar produk atau tempelan nama. Brand memiliki tanggung jawab untuk menciptakan citra positif tentang dirinya, sehingga nantinya dapat mewakili segala keinginan dan kebutuhan audiens mereka.
Kita ambil Nike sebagai contoh sederhana. Brand sepatu dan pakaian berolahraga itu bisa kok membuat konten ‘sensitif’ atau ‘provokatif’ tanpa menyinggung perasaan orang-orang. Bahkan, sampai diapresiasi karena dianggap telah menyuarakan penderitaan sekelompok orang.
Karena, lewat konten promosinya, Nike menyelipkan pesan bagaimana saudara-saudara kita di Afrika-Amerika berjuang dalam melawan kebrutalan polisi setempat. Terlepas dari sejumlah kritikan yang didapatkan, angkat topi kepada mereka karena berhasil mengemas konten provokatif dengan damai!
Kalau mau sedikit provokatif tapi tetap positif, ada konten promosi “You don’t have to be Jewish” sebagai contoh berikutnya. Di iklan tersebut, ada orang New York non-Yahudi yang tampak sedang memakan sandwich, dengan tagline menyebutkan nama agama Yahudi.

Namun, iklan ini berhasil karena keragaman penduduk di kota New York. Tambah lagi, roti juga produk yang dimakan hampir semua orang. Serta, pada masa itu, perdebatan soal agama tidak sesensitif sekarang.
Jadi kesimpulannya…
Jika ingin membuat konten ‘sensitif’ atau ‘provokatif’, Anda dapat tetap bertahan dengan mengandalkan isu agama atau menggunakan cara yang aman.
Gunakan isu agama jika Anda sudah mempelajari karakter audiens di Indonesia. Lalu, apakah produk Anda tidak eksklusif untuk agama tertentu. Selain itu juga sentimen publik terhadap isu agama saat ini.
Secara teknis, Anda juga harus memastikan agar di menit-menit pertama konten promosi (untuk video) tidak terkesan menyinggung atau menyudutkan agama tertentu. Pastikan pesan positif sudah tersampaikan sejak awal dengan jelas.

Sementara untuk konten berbentuk gambar, pastikan copy, visual, dan pesan selaras sehingga tidak menimbulkan kesan yang tidak-tidak di mata audiens.
Namun, kami sendiri sejujurnya tidak terlalu merekomendasikan Anda menggunakan ide ini. Karena, seperti telah disinggung sebelumnya, menjadikan agama sebagai konten promosi sangatlah berisiko. Maju sangat kena, mundur tidak akan kena.
Anda dan tim harus siap menerima segala konsekuensinya. Entah itu nama baik brand ataupun hal-hal lainnya. Terlepas materi konten promosi terlihat ‘remeh’ dan tidak menyinggung perasaan umat agama tertentu.
Kami lebih menyarankan Anda untuk menggunakan cara yang aman, seperti misalnya:
- Alih-alih membawa isu agama tertentu, alangkah baiknya nama seperti ‘Muhammad’ dan ‘Maria’ diganti dengan nama-nama yang umum. Terlebih lagi, dapat diterima masyarakat dengan baik. Seperti misalnya, promosi mendapatkan satu produk gratis untuk orang dengan nama ‘Agus’ yang hendak mencairkan promosinya di bulan Agustus.
- Mengangkat isu kemanusiaan atau sosial yang menjadi perhatian semua orang, tidak hanya kelompok-kelompok tertentu, seperti pada kasus Afrika-Amerika tadi. Namun, tentu saja untuk sudut pandangnya tetap diperhatikan, jangan sampai terkesan menyudutkan.
Meskipun belum ada pakem soal konten promosi berbau agama, ada baiknya kita menjadikan kasus Holywings dan lainnya sebagai sebuah pembelajaran. Pembelajaran untuk membuat konten promosi dengan mementingkan perasaan audiens.
Hubungi Increasink jika Anda ingin dibuatkan konten promosi sesuai dengan kebutuhan Anda! Kami sudah berpengalaman selama 10 tahun dengan bisnis perorangan dan perusahaan. Lebih dari kata siap bagi kami untuk memberikan pelayanan marketing kepada Anda!
Tersedia FREE 1 sesi konsultasi bagi Anda yang baru pertama kali menggunakan jasa kami. Klik link ini untuk segera berkonsultasi!
Sumber: Best Media Info | CNBC | CNN Indonesia | Republika | The Marketing Society | The Print | VIVA